oleh

Bau Kentut : Ratna Sarumpaet, Kuda Troya di Kubu Prabowo Subianto “Catatan Kecil Pojok Warung Kopi Ndeso”

Bau Kentut : Ratna Sarumpaet, Kuda Troya di Kubu Prabowo Subianto “Catatan Kecil Pojok Warung Kopi Ndeso”

Oleh: Malika Dwi Ana
(Pengamat Sosial Politik – Penggiat Institute Study Agama dan Civil Society)

“Orang Jujur : Orang yang mengaku setelah kentut.
Orang tak jujur: Orang yang habis kentut, lalu menyalahkan orang lain. Siapakah orang-orang ini ?”

Dalam dunia politik praktis, apalagi ditahun politik, apa yang terlihat di permukaan bukanlah peristiwa sebenarnya. Kata Pepe Escobar, “Politik praktis itu bukan yang tersurat melainkan apa yang tersirat”. Apa yang terjadi di panggung pertunjukan, belum tentu yang sesungguhnya terjadi. Pertunjukan sesungguhnya justru terjadi di balik layar. Selalu ada hidden agenda di balik open agenda. Ada sesuatu di dalam sesuatu. Dan tidak ada yang berdiri sendiri dalam setiap peristiwa politik. Ada bau kentut, tentunya ada kentut, dan ada yang kentut.

Sama hal dengan kasus Ratna Sarumpaet (RS), aktivis demokrasi sejak orde baru hingga kini yang konon tidak pernah lelah melawan ketidakadilan dan meneriakkan demokrasi hampir di setiap rezim, tiba-tiba melakukan blunder di ujung “karir”-nya maksudnya diusia 70 tahun gitu? Hampir tak masuk akal bahwa ia bisa melakukan kebohongan publik atas hal yang menimpa dirinya. RS yang berani, tegar menghadapi hujatan, bully bahkan kerap ditangkap aparat lalu dijebloskan ke penjara, tiba-tiba melakukan hoax, dan menggegerkan panggung antero jagat politik nasional. Sesuatu yang selama ini dijauhi, diperanginya.

Bila melihat track record RS di atas, maka hoax penganiayaan atas dirinya benar-benar tak masuk akal. Bahkan ia berani membohongi PS, tokoh yang didukungnya ketika ia dijenguk di rumahnya.

Hal ini bisa mencoreng nama besar PS karena secara tak sengaja telah menebar hoax pula dalam konferensi pers usai menjenguk RS. Dan peluang itu pun diraih oleh Farhat Abbas yang melaporkan ke polisi atas perbuatan RS, AR dst termasuk PS dengan pasal “menebar hate speech”. Ya, Farhat Abbas adalah sosok yang selama ini mencari panggung dalam timses petahana tetapi belum mendapatkan pengakuan, ibarat pahlawan kesiangan, orang Jawa bilangnya Nunut Mulyo(no).

Jika boleh dianalogi, peristiwa RS ini adalah peristiwa bau kentut. Aroma kentut yang sangat busuk ini menyebar keseantero negri yang harusnya bingung memitigasi bencana di sejumlah daerah, tapi berkat aroma kentut yang aduhai ini mendadak seluruh negri heboh dan lupa bahwa cash flow negara untuk menangani bencana sudah tidak ada lagi, entah terpakai untuk apa. Sehingga ada sejumlah pembenaran soal penjarahan disana oleh beberapa elit politik.

Saya tidak akan membahas kelanjutan kasus ini. Karena banyak informasi yang bisa digali di internet maupun media lainnya.Terlalu melebar nantinya, karena selain perkembangan dinamika politik itu turbulent, juga susah ditebak (unpredictable). Tetapi saya akan mencoba melihat fenomena RS dengan analogi bau kentut dan dari sisi pertarungan politik antara PS melawan Jokowi dalam Pilpres 2019.

Masih ingat makna Kuda Troya dalam tiga tulisan saya terdahulu? Ada poin yang saya sebut bahwa makin dekat dengan hari H pilpres nanti, Kuda Troya-Kuda Troya akan dilepas oleh masing-masing kubu. Ya seperti Ngabalin di Istana, keberadaan RS di Kertanegara juga tergolong Kuda Troya bagi kubu PS-Sandi. Poinnya, Kuda Troya akan menghancurkan kubunya sendiri dari sisi internal. Semacam parasit yang menggerogoti. Dia akan mati bersama-sama dengan tumbuhan yang ditumpanginya. Ya ringannya ibarat panu, kadas, kurap lah, rasanya gatal dan bikin kita pengen menggaruknya, lebih jauh ya menjadi kanker yang pada tahap ganas, ia akan merenggut nyawa manusia yang dihinggapinya.

Berbeda dengan Ngabalin, RS langsung dipecat kubu PS-Sandi bahkan dilaporkan oleh Sandi ke polisi, sedang Ngabalin tetap bertahan. Entah pertimbangan apa yang dipakai.

Pertanyaan lebih dalam, “Apakah kudatroyaisasi bahkan parasitisasi keduanya (Ngabalin dan RS) itu by accident atau by design?” Mikir keras…

Pesan lain dalam kasus RS yang dapat ditangkap oleh publik adalah, selama karir aktivisnya RS baru sekali melakukan hoax besar yang mungkin akan membuat malu keluarganya, bahkan menantunya yang ganteng itu; Rio Dewanto, lalu mengakuinya dalam konferensi pers. Lalu bagaimana dengan figur yang berkali-kali melakukan hoax tetapi njegideg saja, meneng-meneng bae? diam-diam saja, tenang-tenang saja.

Ahh, pagi ini mendadak sangat bau. Siapa sih yang kentut?

Kopi_kir sendirilah!

#kopitalisme
#kopilosophi
#Malawu_OmahKopi

Loading...

Baca Juga