oleh

WALHI Jabar: Dari Awal Meikarta Sudah Bermasalah

DETIKFAKTA – Kota Baru yang dijanjikan sebagai Kota Masa Depan Meikarta terus berpolemik sejak awal pembangunannya. Pertengahan 2017 lalu, mega proyek di Cikarang, Bekasi tersebut bermasalah karena diketahui tidak mendapat izin mendirikan bangunan (IMB) dari pemerintah daerah setempat.

IMB yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten Bekasi hanya 84,7 hektar. Sementara untuk ratusan hektar lainnya, sampai saat ini IMB nya masih belum keluar.

Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat, Dadan Ramdan mengaku tidak terkejut atas kasus yang saat ini tengah ditangani oleh KPK itu. Pasalnya, dia sudah menduga banyak kesalahan yang dilakukan oleh pihak pengembang Meikarta.

“Sebenarnya kalau kita lihat, dari awal Meikarta sudah bermasalah. Mulai dari Analisis Dampak Lingkungan (Amdal-red) hingga IMB,” ujar Dadan di Jakarta, Selasa (16/10/2018).

Lanjut Dadan, pihak pengembang seakan memaksakan agar pembangunan terus berjalan. Pengembang terkesan tidak mahu tahu dengan segala proses yang harus dipenuhi oleh pengembang, sebelum melakukan pembangunan.

Indikatornya menurut Dadan dilihat dari sikap pengembang yang dinilai tidak memiliki itikad baik untuk membahas Amdal bersama dengan Walhi. Padahal, hampir seluruh kebijakan mengenai hal itu, Walhi selalu diikutsertakan baik oleh pemerintah kabupaten maupun provinsi.

“Biasanya kalau bahas Amdal, kita selalu dilibatkan. Tapi, semenjak kami menolak pembangunan, tidak ada lagi pembahasan soal itu,” ucap Ketua Walhi Jawa Barat.

Hal itu juga yang menurutnya, proses perizinan yang dilakukan oleh Meikarta menjadi berlarut-larut. Dadan menghitung setidaknya ada dua kesalahan besar yang telah dilakukan oleh pihak Meikarta. Dua kesalahan tersebut adalah Pidana mal-administrasi dan pidana lingkungan.

Dalam kajian Walhi, lokasi yang saat ini dibangun untuk “Kota Masa Depan”, mempunyai berbagai peruntukan (fungsi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah) yang terpisah. Diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau, daerah penyerapan air dan perumahan. Khusus untuk perumahan, menurutnya tidak seluas yang diinginkan oleh Lippo Group sebagai pengembang.

“Untuk perumahan memang hanya 80 hektar itu saja. Selebihnya untuk ruang terbuka hijau dan penyerapan air. Tapi, mereka kan maunya sampai 500 hektar dibeton semua,” Tutup Dadan. (ERP)

Loading...

Baca Juga