oleh

Tiga Tokoh Dalam Satu Barisan, Sebuah Opini Fahri Hamzah

TIGA TOKOH DALAM SATU BARISAN

Oleh: Fahri Hamzah

Saya sudah tulis tentang M. Amien Rais dan Prabowo. Berikutnya saya akan menulis tentang pak SB Yudhoyono sebagai 3 tokoh yang berada dalam satu barisan sekarang. Saya akan menulis beberapa isu inti tentang figur² yang bertarung yang saya kenal baik.

Banyak rumor seolah pak SB Yudhoyono tidak sepenuh hati mendukung Prabowo-Sandiuno. Ini salah baca yang fatal. Pak SBY adalah manusia penuh perhitungan, beliau adalah salah seorang figur militer berpikir yang saya kenal lama. Dia ahli strategi. Meski saya punya kritik.

Banyak orang ingin agar terjadi perpecahan antara pak SB Yudhoyono dan pak Prabowo dan terus menghembuskan seolah partai Demokrat tidak solid mendukung capres mereka. Yang benar adalah SBY punya cara mendukung calon-nya. Ini watak beliau, tidak bisa vulgar.

Sebab terbayang juga kalau seorang mantan Presiden 2 periode dan 10 tahun memimpin Indonesia lalu melakukan kampanye terbuka dan vulgar, goncangan bisa tak terkendali. Sekarang, SB Yudhoyono sedang memainkan perannya mengambil porsi dalam kampanye terbuka awal 2019.

Maka, dua figur utama yang mendampingi Prabowo jika menang adalah seorang guru besar politik UGM, mantan ketua MPR yang mewakili latar sipil dan seorang mantan Presiden 2 periode yang berlatar militer tapi intelektual. Dua figur ini kokoh sekali.

Saya saran aja, kalau Prabowo-Sandiuno memimpin (2019-2024) maka 2 figur yang punya sejarah menjaga demokrasi Indonesia 20 tahun belakangan ini menjadi PENASEHAT pemerintah. Bahkan kalau bisa diadakan jabatan menteri senior seperti Lee Kwan Yew di Singapore.

Sekali lagi karena SB Yudhoyono adalah jaminan penting bagi pemerintahan yang akan datang. Kita tahu, di depan ada krisis besar akibat kesalahan alokasi belanja pemerintahan ini. Hutang kita terlalu besar sementara ketimpangan dan pendapatan rakyat masih rendah.

Kelebihan 2 tokoh jenderal ini (SB Yudhoyono dan Prabowo) adalah sama² pemikir. Tapi jangan lupa bahwa mereka juga eksekutor. Sukses mereka telah nampak dan skala dari sukses mereka juga berskala negara. Ini kombinasi yang mematikan.

Awalnya, saya melihat pak SB Yudhoyono tak sedalam yang saya pikirkan sekarang. Sampai suatu hari, saya menyampaikan suatu pendapat tentang model kepemimpinan negara yang lebih terkonsolidasi, bernuansa terpimpin. Beliau interupsi, “Hati-hati dinda, power tends to corrupt” (kekuasaan kalau mutlak jadi korup).

Terus terang, pak SB Yudhoyono sangat sensitif dengan exercise kekuasaan. Saya kaget karena itu wilayah paling sulit diperdebatkan. Demokrasi selalu membuat kekuasaan yang nampak tak berdaya. Tetapi, dialah yang menjaga agar kekuasaan tidak menyimpang.

Kalau ada kritik kepada pak SB Yudhoyono dalam sepuluh tahun itu adalah itu, “dianggap terlalu demokratis sehingga nampak seperti lemah, bahkan mengorbankan diri sendiri”. Itu juga kritik saya tapi kata beliau, Hati-hati dengan “power exercise”. Kekuasan itu kalau mutlak jadi korup.

Saya mengerti sekarang kenapa beliau punya partai bernama Demokrat karena itu esensi dari kehendaknya. Bahagia lah kita di Indonesia punya para Jendral yang ksatria, mereka masuk kekuasaan dengan cara ksatria, mendirikan parpol secara sah.

Pak SB Yudhoyono dan pak Prabowo sama² mendirikan parpol dan membangun kekuatan dengan meminta mandat rakyat dan bukan kudeta. Ini yang saya maksud sebagai sikap ksatria. Daripada mereka yang membangun kuasa tanpa mandat yang nyata. Main belakang jadi dalang atas boneka.

Pak SB Yudhoyono dan pak Prabowo bukan tidak punya beda. Tapi mereka tahu kalau kita berbeda itu malah bagus. Dan kalau beda hanya gaya, anak dan bapak pun beda gaya. Demokrasi itu nampak dalam kemampuan kita mengelola perbedaan yang ada. Itu intinya.

Demikianlah, sekedar mengingatkan kita tentang seorang putra bangsa yang masih ada di antara kita, semoga kita bisa mengambil pelajaran. Pak SB Yudhoyono pernah sukses bekerja, mari kita songsong sukses berikutnya. Sekian.

(Twitter @Fahrihamzah 27/12/2018)

Loading...

Baca Juga