oleh

Menduga Sikap Kiai NU dalam Kasus Romi

Menduga Sikap Kiai NU dalam Kasus Romi. Oleh: Miftah H. Yusufpati, Wartawan Senior.

Foto-foto M. Romahurmuziy alias Romi bersama Joko Widodo mendadak bertebaran di jagad media sosial, menyusul terkuaknya hasil operasi tangkap tangan atau OTT KPK atas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu. Foto-foto lama yang menggambarkan kedekatan Romi dengan Presiden yang juga Capres ini sepertinya segaja disebar para nitizen sebagai pengingat bahwa Romi adalah karib Jokowi. “Orang Baik, Pilih Orang Baik” begitu tagline yang hendak disanggah dalam foto-foto itu.

Romi kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai umat Islam kita patut sedih dan prihatin bahkan meratap. Kok, bisa-bisanya, pemimpin partai Islam berlaku sebejat itu? Padahal, korupsi adalah kejahatan berat dalam Islam. Itu sebabnya, Munas NU tahun 2002 memutuskan hukuman potong tangan hingga hukuman mati bagi kader NU yang korupsi.

Lalu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, juga mewanti-wanti pada kiai NU untuk tidak menyalati jenazah koruptor. “Ini keenakan banget, sudah di dunia korupsi, didoakan lagi,” tutur Said Aqil.

Jenazah koruptor mestinya, kata Said, boleh saja disalati tapi cukup oleh satpamnya, tukang pijatnya, tukang kebunnya, jangan oleh tokoh NU atau kiai. “Karena kalau kiai doanya lengkap, ampunilah dosanya, ampunilah kesalahannya, masukkan ke dalam sorga-Mu. Keenakan banget…” cetus Said lagi.

NU menilai korupsi sebagai penghianatan berat terhadap amanat rakyat. Korupsi dapat dikategorikan sebagai pencurian dan perampokan. Jadi hukuman paling ringan potong tangan, dan kalau sudah keterlaluan hukuman mati. Setelah eksekusi mati, seperti kata Said Aqil, hanya disalati oleh satpam, tukang pijat dan tukang kebonnya.

Sikap NU jelas dan tegas terhadap koruptor. Makanya, tak bisa dibayangkan jika Romi yang kader NU itu, terbukti korupsi. Bila Romi mengembalikan uang yang dituduhkan dikorup? Pada Munas NU tahun 2002 disebutkan pengembalian uang hasil korupsi tidak menggugurkan hukuman. Karena tuntutan hukuman merupakan hak Allah, sementara pengembalian uang korupsi ke negara merupakan hak masyarakat.

Para ulama NU berpendapat bahwa uang negara adalah uang Allah yang diamanatkan pada pemerintah sebagai milik negara. Bukan untuk penguasa. Uang negara, yang sebagian besar dari pajak, harus digunakan bagi kemaslahatan rakyat, terutama fakir miskin, tanpa diskriminasi. Begitu pandangan NU.
Kini kiai NU menghadapi realitas yang membelit kadernya. Kasus rasuah yang melibatkan Romi jelas mencoreng wajah para kiai terutama beliau-beliau yang selalu berdoa dan berjuang untuk PPP.

Para kiai yang tak ikut-ikutan makan nangkanya bakal kena getahnya. Kita tentu mafhum bahwa para kiai di berbagai pelosok saban pemilu memberi restu kader-kader NU untuk bertarung dalam pemilu dengan menggunakan, antara lain dengan kendaraan PPP. Tindakan tak terpuji Romi adalah pengkhianatan terhadap kiai. Selain amat memalukan, realitas ini menjadi pukulan telak sekaligus adalah menjadi ironi partai para kiai.

Romi tidak mengelola PPP secara amanah sehingga ’berbelepotan’ noda haram korupsi. Moralitas para fungsionaris tidak terjaga, mudah menghalalkan segala cara, bersikap aji mumpung dan ingin cepat kaya. Cita-cita moral perjuangan yang dititipkan para kiai menjadi ternoda, hancur dan kandas di tengah rakusnya nafsu untuk menghalalkan segala cara.

Di benak kita, mungkin akan menduga para kiai saat ini sangat malu dan marah lantaran partai yang didukungnya menjadi sorotan publik secara massif karena berada di tengah pusaran korupsi.

Selanjutnya, boleh jadi, apa yang harus dilakukan kiai seperti yang kita bayangkan. Koruptor layak dipotong tangan, atau bahkan dieksekusi mati, setelah mati hanya akan disalati satpam dan tukang pijitnya. Karena kiai tentu akan berkata yang benar adalah benar dan yang salah harus tetap salah serta wajib dihukum.

Logika kita juga akan menduga para para kiai akan menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk membela yang benar, dengan mengalahkan gerakan-gerakan yang selalu membela yang bayar. Para kiai akan memberikan pelajaran bagi umat bahwa dukungan politik yang diberikan bukan hanya dipertanggung jawabkan di dunia saja, melainkan juga di akhirat.

Saat ini adalah momentum para kiai menjelaskan kepada publik cara pandang mereka berpolitik yang berbeda dengan para politisi karena di dalamnya terbentang nyata garis perjuangan untuk beribadah.

Lalu, apa kaitannya dengan Jokowi? Dari Abu Musa Asy’ari, Rasulullah bersabda,” Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberi minyak wangi atau kamu akan membelinya darinya atau kamu akan mendapatkan bau harum darinya. Adapun tukan pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Loading...

Baca Juga