oleh

Sikapi Pilpres, GPI dan Penggerak 212 Pilih Tauhid Yes Politik No

DETIKFAKTA – Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) dan Mujahid Penggerak 212 KH Nonop Hanafi dalam ijtihad Nasional memutuskan untuk netral dalam pilpres 2019. Mereka menghindari bicara dukung mendukung, jika harus mengoyak ukhuwah dan persatuan bangsa.

Dalam ijtihad nasional yang digelar di di Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari Ciamis Jawa Barat, Sabtu (13/4/2019), PP GPI dan Mujahid Penggerak 212 menyatakan netral. Keputusan ini diambil mengingat kondisi umat Islam yang dirasa sudah menjauh dari ukhuwah, hanya karena urusan pilpres.

Pernyatan sikap ini ditegaskan oleh Sekjen PP GPI Diko Nugraha. Ia menuturkan umat Islam adalah bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah Indonesia. Dalam literatur sejarah, 9 perintis BPUPKI, 5 adalah ulama, 3 OKP Islam dan 1 OKP Kristen. Menurutnya, hal ini  menunjukkan bahwa kebangkitan umat Islam lah yang membuat Indosia merdeka.

Diko melihat kebangkitan itu lahir kembali di 212, dengan Ustad Nonop sebagai Mujahid Penggerak 212. Semuanya berangkat dengan kekuatan akhidah. Kebangkitan umat Islam kembali lagi melalui momen 212 ini.

“Namun saya melihat. Hari ini umat Islam menjadi bancakan politik. Partai-partai yang mengusung kepala daerah sampai presiden, tak satupun yang bicara mengenai Islam. Mereka saling mengklaim, tapi apa yang mereka perjuangkan untuk umat Islam? Kami bagian dari NKRI. Punya hak untuk menentukan nasib umat Islam ditangan kami sendiri,” tegas Sekjen PP GPI.

Lanjut Diko, situasi politik saat ini dipandang mengandung bintik-bintik perpecahan yang perlu di waspadai. GPI berpahaman, lebih baik menghindari bicara dukung mendukung kalau harus mengoyak ukhuwah dan persatuan bangsa.

“Lebih baik tidak terlibat dalam politik praktis, bila harus mengorbankan akidah. Bila perlu kita gaungkan Tauhid Yes, Politik No,” kata Diko.

Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Persis 85 Banjarnegara Ustad Tohir S.Ag MBA mengapresiasi sikap PP GPI pada pilpres kali ini. GPI lebih mengutamakan untuk mengamankan kepentingan izzul Islam wal muslimiin dalam konteks kepemimpinan nasional.

Umat harus mampu menangkap kualitas, kapasitas dan kapabilitas kepemimpinan bangsa Indonesia. Yang berpihak kepada kepemimpinan Islam dan umatnya. Pemimpin yang melindungi keyakinan tanpa penodaan, syariat tanpa hinaan. Dan kebebasan menjalankan agama sebagai tertera dalam UUD 1945.

“Gerakan Pemuda Islam membutuhkan persiapan yang bagus. Untuk membuat gerakan ini mampu menyentuh seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda suku dan agama. Tujuan gerakan adalah menghadirkan Indonesia yang ukhuwah, bersatu, punya peradaban. Sehingga Indonesia dipandang dunia,” tegas Ustad Tohir.

Sementara itu, Mujahid Penggerak 212, KH Nonop Hanafi mengingatkan pentingnya menjaga ukhuwah Islamiyah. Dalam kehidupan sehari-hari, ukhuwah islamiyah perlu untuk terus diupayakan. Karena yang terjadi akhir-akhir ini justru sebaliknya. Umat Islam ketika menerima informasi, tidak mendalamani dulu kebenaran informasi yang didapat. Informasi belum lengkap, tetapi sudah mempercayainya.

Penggerak 212 ini mengingatkan apa yang dilakukan Rasulullah SAW saat mendapat informasi. Beliau tidak langsung mempercayai setiap informasi yang diberikan. Beliau mengutus orang lain untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Tidak langsung menafsirkan sebuah informasi, sebelum mengkonfirmasi informasi.

“Karenanya, hari ini, umat bisa rusak gara-gara tidak mau melakukan cek dan ricek semua informasi. Seringkali distorsi informasi terjadi hanya karena propaganda kelompok-kelompok tertentu. Maka yang harus dilakukan adalah tabayun. Inilah pentingnya ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan bernegara,” tegas Ustad Nonop.

Penggerak 212 ini berpesan agar ijtihad nasional ini digaungkan ke seluruh wilayah Indonesia. Ia juga berpesan agar semangat 212 tetap dibarengi dengan ukhuwah Islamiyah. Karenanya, gagasan untuk memperjuangkan nasib umat Islam ditangan umat Islam sendiri adalh jalan keluarnya.

“Maka informasi ukhuwah ini perlu kita gaungkan. Termasuk kalau kita melihat peristiwa fenomenal 212. Kita harus menjaga ukhuwah. Jangan sampai spirit 212 ini rusak gara-gara ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu. Kita harus menjadi subyek. Artnya, bahwa kita harus berperan menentukan arah pembangunan di negara kita ini,” tutup Ustad Nonop Mujahid Penggerak 212 ini.

Berikut 6 rumusan Jihad Politik PP GPI dan Pengerak 212 KH Nonop Hanafi:

Menegakkan prinsip syariah yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah dalam segala aspek. Sikap ini otomatis akan bermuara pada perbaikan dan pembelaan terhadap harkat dan martabat bangsa dan NKRI.

Ukhuwah Islamiyah melampaui batas-batas fikiran manusia tentang persaudaraan dan mesti menjadi bingkai untuk persaudaraan dalam konteks NKRI dan menjadi landasan yang kokoh untuk memajukan bangsa.

Menolak politisasi keikhlasan umat dan eksploitasi terhadap simbol-simbol agama dalam persaingan politik yang dikhawatirkan akan mempercepat runtuhnya nilai-nilai ukhuwah yang selama ini menjadi kekuatan NKRI.

Propaganda politik telah mengambil bentuk kebohongan yang telah sampai pada taraf mengkhawatirkan. Maka kami menyerukan agar kehati-hatian dalam mencari apresiasi bahkan dukungan yang masif dari semua pihak yang berkepentingan.

Relasi negara dengan rakyatnya meniscayakan keadilan untuk menghidupkan masyarakat yang beradap. Maka tuduhan-tuduhan diskriminasi dan kedholiman satu pihak kepada pihak lainnya menguatkan indikasi rapuhnya ketahanan nasional yang mesti segera disesuaikan dengan negara melalui penegakan hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu. (ECR)

Loading...

Baca Juga