oleh

Peran BPIP, Ideologi Pancasila dan Syariah Islam, Sebuah Opini Prihandoyo Kuswanto

Peran BPIP, Ideologi Pancasila dan Syariah Islam. Oleh: Prihandoyo KuswantoPenggiat Rumah Pancasila di Surabaya.

Akhir -akhir ini negara berdasarkan Panca Sila semakin kabur arti Panca Sila. Banyak yang seenaknya menafsirkan Panca Sila sesuka hati nya dan yang lebih aneh. BPIP Tak perna memberikan pendidikan ideologi Panca Sila dengan benar, bahkan ketika penguasa menghadap-hadapkan Panca Sila dengan Islam. BPIP justru diam tidak bersikap padahal Panca Sila dengan Islam itu komplementer tidak bersebrangan.

Di Negara Berdasarkan Panca Sila dengan syariah Islam dijalankan tidak ada masalah. Sejak negara ini dilahirkan memang Panca Sila adalah hasil kompromi kaum kebangsaan dan kaum Islam. Kata bung Karno sebagai gentle agreman, sebagai krsepakatan berbangsa dan bernegara maka di Indonesia syariah dijalankan. Ada syariah tentang pendidikan mulai dari TPQ sampai perguruan tinggi. Ada syariah yang mengatur kehidupan umat Islam, kawin, cerai, waris, Zakat mall bahkan pemerintah mendirikan pengadilan agama. Apa lagi soal ibadah pemerintah ikut ngurusi awal puasa, hari raya, ibadah haji, ibadah umrah, diurusi bahkan ada siskohad. Membangun asrama haji, ngurusi perjalanan haji dll.

Soal ekonomi Islam mulai tumbuh bank Syariah, Lembaga Keuangan syariah. Jadi sejak awal mula berdirinya negeri ini dan kesepakatan pendiri negeri ini Islam. Justru menjadi penggerak kemerdekaan Republik Indonesia, sejak berdirinya Syarekat Dagang Islam yang di komandani oleh Haji Samahudi. Sampai dikomandani HOS Tjokroaminoto yang kemudian berubah menjadi Syarekat Islam.

Ketika negeri yang telah diproklamasihkan akan diduduki kembali oleh sekutu umat Islam melakukan jihat dengan Resolusi Jihat nya Ulama NU. Mampu menggalang umat Islam untuk mempertahankan Negara Proklamasi. Ribuan suhadah meninggal dunia dalam perang heroik 10 Nopember di Surabaya. Yang digelorakan bung Tomo dengan pekik Allah huakbar ….!!!

Cuplikan Pidato Bung Karno 1JUNI 1945.

………”Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan.

Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya.

Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”.

Saya yakin syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan .

Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, sayapun, adalah orang Islam, — maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna, — tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam.

Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat.

Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan di dalam permusyawaratan. Badan perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Di sini lah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan.

Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar-supaya sebagian yang terbesar dari pada kursi-kursi badan perwakilan Rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan Islam.

Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar didalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini.

Ibaratnya badan perwakilan Rakyat 100 orang anggautanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar supaya 60,70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula. Malahan saya yakin, jikalau hal yang demikian itu nyata terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar hidup di dalam jiwa rakyat, sehingga 60%, 70%, 80%, 90% utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam. Maka saya berkata, baru jikalau demikian, baru jikalau demikian, hiduplah Islam Indonesia, dan bukan Islam yang hanya di atas bibir saja……”

Jika kita memahami pidato bung karno ini maka tidak boleh Presiden atau menteri dalam negeri menghapus perda syariah di daerah sebab lahirnya perda adalah haril dari musyawarah di DPRD ,jika terjadi penghapusan sesungguh nya BPIP harus meluruskan hal ini ,begitu juga soal stikma radilal.,Khilafah BPIP harus berani menghentikan stikma tersebut sebab akan terjadi dis harmonis terhadap bangsa dan Ideologi Pancasila harus di tegakan dengan benar.

BPIP jika benar menegakan Ideologi Panca Sila maka stikma -stikma yang memecah bela bangsa dengan menstikma Islam radikal, Khilafa, BPIP harus berani menegakan persatuan dan melarang stikma yang bermuatan pecah bela ,persekusi terhadap ulama adalah contoh bentuk pecah bela sebab negara ini didasarkkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa pasal 33 UUD 1945 ,dan Menjalankan ibadah agama dijamin oleh UUD 1945.

Banyak yang menganggu umat Islam mulai dari stikma terhadap Islam ,persekusi pada ulama ,persekusi pada ustad yang memberikan pengajian jelas semua ini adalah tindakan pecah bela dan bertentangan dengan Panca Sila ,peran BPIP yang dibayar mahal itu belum nampak sebagai penjaga ideologi Panca Sila .

@prihandoyo kuswanto
pojok rumah panca sila

Loading...

Baca Juga