oleh

Impor Tak Terbendung Wajah Negeri Semakin Murung. Opini Tatik Utomo

Impor Tak Terbendung Wajah Negeri Semakin Murung. Oleh: Tatik Utomo, Pemerhati Sosial.

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, begitulah peribahasa yang pas untuk menggambarkan nasib para petani kita saat ini. Sudah ekonomi terpuruk imbas dari wabah covid – 19, masih ditambah lagi dengan kebijakan ngawur pemerintah untuk import sayur dan buah.

Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) mengatakan, terjadi kenaikan kebutuhan garam di 2020, yang tadinya hanya berkisar 3 juta – 4,2 juta ton kini menjadi 4,5 juta ton.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Safri Burhanudin mengatakan Indonesia sebenarnya sudah berhasil dalam melakukan swasembada garam. Safri menjelaskan, target produksi garam nasional pada 2020 badalah sekitar 3 juta sampai 4 juta ton, dan kemudian Indonesia berhasil melakukan produksi sebesar 3,5 juta ton. Artinya, Indonesia sudah bisa memenuhi target produksinya.(CNBC Indonesia , 31/05/2020)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor sayur-sayuran sepanjang tahun 2019 meningkat dari tahun 2018, menjadi 770 juta dollar AS atau setara Rp 11,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.700 per dollar AS).

Merespon hal tersebut, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Prihasto Setyanto mengatakan, angka tersebut didominasi oleh komoditas sayur-sayuran yang pasokannya memang masih perlu dibantu oleh impor, seperti bawang putih dan kentang industri.

“Kalau ada pengamat yang cerita impor sayuran kita meningkat di tahun 2019, dari data BPS bisa di kroscek, impor tersebut adalah terbesar bawang putih dan kentang industri. Komoditas ini masuk dalam kelompok aneka sayuran. Nyatanya kita masih butuh pasokan besar memang,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (25/5/2020).(money.kompas, 25/05/2020)

Kementerian Perdagangan memastikan kebijakan impor bawang putih tanpa izin sementara tak akan merugikan petani lokal.

Kementerian Perdagangan telah melakukan relaksasi impor sementara untuk bawang putih dan bawang bombai. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana mencatat, impor bawang putih yang sudah masuk ke tanah air tanpa Persetujuan Impor (PI) mencapai 28 ribu ton (Katadata, 23/04/2020).

Lonjakan impor yang terjadi saat wabah dikarenakan klaim bahwa terjadi penurunan produksi lokal dan adanya pelonggaran syarat impor. Padahal sebagai negeri agraris kita seharusnya mampu mencukupi kebutuhan pangan untuk dalam negeri kita sendiri.

Dan bahkan sebagai negeri agraris dengan lahan yang masih sangat luas kita seharusnya mampu untuk menciptakan swasembada pangan dan daulat pangan serta tidak sampai harus mengalami krisis pangan.

Swasembada pangan yang menjadi salah satu prioritas presiden indonesia pada awal kepemimpinannya digadang – gadang akan berhasil dalam tiga tahun. Namun ibarat pepatah jauh panggang dari api. Alih -alih kita berkedaulatan pangan yang terjadi justru komoditas impor yang membanjiri pasar kita. Perbedaan sikap antara kementerian perdagangan dan pertanian soal impor dimasa wabah, menegaskan bahwa tidak kebijakan yang terintegrasi diantara kedua kementerian untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat .

Swasembada/kemandirian kedaulatan produksi pangan tidak akan pernah dapat terealisasi jika tidak ada kesepakatan antara kedua kementerian. Dikarenakan kemandirian produksi pangan tentu tidak akan sejalan dengan peluang cukai yang ingin didapat oleh kementerian perdagangan.

Apalagi didorong oleh kepentingan para pebisnis dan para pemilik modal yang tentu saja ingin mendapat banyak keuntungan dari proses impor tersebut. Maka dengan alasan wabah dilonggarkanlah syarat-syarat impor. Padahal seperti kita ketahui bahwa para petani kita tentu saja sangat berharap dari hasil panen mereka. Apalagi di beberapa daerah saat ini sedang panen raya sayuran.

Kebijakan impor ini tak lepas dari kebijakan liberalisasi ekonomi yang diambil pemerintah kapitalis. Dimana semua kebijakan hanya menguntungkan pengusaha dan pemilik modal. Hingga pada akhirnya rakyatlah yang kembali menjadi korban.

Impor akan terus melanda negeri ini selama pemerintah tetap menerapkan ekonomi liberal. Untuk menghentikan impor kita memerlukan negara yang berperan sebagai pelayan dan pengurus rakyat, bukan negara yang berperan sebagai pebisnis. Negara yang mempunya visi dan misi jelas hanya untuk mensejahterakan rakyat, dan berfokus pada kemaslahatan rakyatnya.

Negara yang pernah berjaya 1.300 tahun lalu, yang terbukti membawa keberkahan dan membuat rakyatnya merasa aman tenteram dan tidak merasa was – was akan dilanda krisis pangan. Negara yang mengurus rakyatnya dengan pertimbangan akan dimintai pertanggungjawaban rakyatnya di pengadilan akhirat.

Negara seperti itu hanya akan terwujud oleh negara yang menerapkan syariat islam secara kaffah. Negara yang dipimpin oleh seorang kholifah yang beriman dan hanya takut pada Allah semata. Negara yang dapat mengantarkan rakyatnya pada kemuliaan dan keberkahan Allah SWT.

Sebagaimana firman Allah SWT :
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]: 96). W

allahu alam bi’showab.

Loading...

Baca Juga