DETIKFAKTA.ID – LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Wilayah Teritorial (Wilter) Banten mendesak DPRD Kabupaten Tangerang untuk mencabut rencana reklamasi Pantai Utara Tangerang. Rencana tersebut tertuang dalam Lampiran I dan Lampiran XIV Peta Perda No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tangerang 2011-2031.
Menurut Ketua LSM GMBI Wilter Banten, H. Hulia Syahendra, S.H., M.H., munculnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di wilayah tersebut patut dipertanyakan.
“Ada dugaan bahwa SHGB ini diterbitkan berdasarkan rencana reklamasi yang masih dalam tahap perencanaan. Seharusnya, hak atas tanah baru bisa diberikan setelah reklamasi terjadi, bukan sebelumnya,” ujarnya. Dalam pesan tertulisnya Rabu siang, (29/1/2025).
Ada Manufer Di Balik SHGB?
LSM GMBI menyoroti kemungkinan adanya dugaan pelanggaran hukum dalam penerbitan SHGB ini. Mereka menduga ada oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang yang bermain di balik proses tersebut.
“Jika benar SHGB ini dikeluarkan sebelum reklamasi dilakukan, maka ini jelas menyalahi aturan. Kami mendesak supremasi hukum ditegakkan,” tegas Hulia.
Dalam perjalanannya, Pasal 56 Perda No. 13 Tahun 2011 memang sudah dihapus dan diubah melalui Perda No. 9 Tahun 2020. Namun, Lampiran I dan Lampiran XIV dalam perda tersebut yang memuat peta rencana reklamasi tetap tidak berubah. Artinya, rencana reklamasi tetap sah dan bisa menjadi dasar penerbitan SHGB—meski reklamasi itu sendiri belum terjadi.
Ada Dugaan Intervensi Korporasi
LSM GMBI juga menilai ada kepentingan besar di balik kebijakan ini.
“Publik bisa saja berasumsi ada permainan uang dalam proses ini. Tidak menutup kemungkinan ada anggaran yang mengalir ke pejabat daerah, termasuk ke Bupati dan sejumlah anggota DPRD,” ujar Hulia.
Untuk itu, mereka mendesak DPRD Kabupaten Tangerang agar segera merevisi atau mencabut lampiran peta dalam Perda tersebut. Jika tidak, GMBI siap mengawal kasus ini dan membawa ke jalur hukum jika ditemukan bukti adanya pelanggaran.
Mendesak Transparansi dan Penegakan Hukum
Polemik reklamasi ini menyoroti pentingnya transparansi dalam perencanaan tata ruang serta pengawasan ketat terhadap penerbitan hak atas tanah. Masyarakat pun berharap agar pemerintah daerah bertindak tegas dan memastikan kepentingan publik tidak dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak.
Apakah DPRD Kabupaten Tangerang akan merespons desakan ini? Ataukah proyek reklamasi akan terus berjalan meskipun banyak pihak yang menolaknya? Kita tunggu langkah selanjutnya. (ANW)