DETIKFAKTA.ID– Anggota DPRD Kabupaten Jembrana, I Ketut Suastika, S.Sos., M.H., menggelar pertemuan dengan kelompok nelayan di pesisir Lingkungan Penginuman, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kamis malam (6/2/2025).
Pertemuan ini digelar untuk menampung aspirasi nelayan yang merasa terdampak oleh Peraturan Daerah (Perda) Bali No. 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RT-RW).
Wagiman, salah satu anggota kelompok nelayan Serba Guna, mengungkapkan keresahannya. Menurutnya, sejak 15 tahun terakhir, kelompok nelayan telah bekerja sama dengan perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut. Namun, akibat aturan baru ini, keberlangsungan usaha mereka menjadi terancam.
“Usaha yang sudah berjalan sekian lama kini tidak bisa lagi ditempatkan di area tersebut. Padahal, ada empat kelompok nelayan yang bekerja sama dengan perusahaan ini, dan dampaknya juga dirasakan masyarakat sekitar,” ujar Wagiman. Kepada detikfakta.id, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kamis malam (6/2/2025).
DPRD Janji Perjuangkan Aspirasi Nelayan
Merespons keluhan tersebut, Ketua Komisi II DPRD Jembrana, I Ketut Suastika, menegaskan bahwa pihaknya siap menjembatani aspirasi nelayan kepada pembuat kebijakan di tingkat provinsi.
“Tugas saya adalah menyampaikan keresahan masyarakat ke pihak yang membuat aturan. Saya bukan pengambil kebijakan, tapi saya akan memperjuangkan ini karena dampaknya sangat besar bagi sosial dan ekonomi warga Gilimanuk,” tegasnya.
Lurah Gilimanuk, Ida Bagus Tony Wirahadi Kusuma, S.E., M.M., yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, juga membenarkan bahwa beberapa perusahaan yang terdampak telah mengajukan audiensi ke pihak kelurahan.
“Memang ada beberapa perusahaan yang mengadu ke kami terkait kesulitan mendapatkan rekomendasi izin usaha akibat aturan tata ruang baru ini. Jika perusahaan tidak bisa beroperasi, otomatis nelayan yang bekerja sama dengan mereka juga terdampak,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa mayoritas masyarakat Gilimanuk menggantungkan hidup pada sektor jasa, perdagangan, dan perikanan karena wilayah ini tidak memiliki lahan pertanian.
“Kami berharap aturan ini bisa ditinjau kembali oleh DPRD Provinsi agar nelayan dan perusahaan tetap bisa menjalankan usaha mereka,” pungkasnya.
Dengan berbagai keluhan yang muncul, pertemuan ini menjadi harapan bagi nelayan dan masyarakat pesisir agar kebijakan RT-RW dapat disesuaikan dengan kondisi ekonomi lokal. (RR)