DETIKFAKTA.ID – Gelombang penolakan terhadap proyek reklamasi di Marunda semakin kuat. Delegasi masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Menggugat dengan tegas meminta agar proyek ini tidak diberikan izin karena dinilai lebih banyak merugikan daripada menguntungkan warga sekitar.
Epriyanto, Dewan Kota Jakarta Utara, menegaskan bahwa komponen masyarakat harus dilibatkan penuh dalam setiap proses.
“Harus ada komitmen perusahaan kepada seluruh masyarakat dalam proses rencana kegiatan reklamasi, bukan hanya pengurus RW, tapi benar-benar masyarakat, baik warga setempat, nelayan, maupun masyarakat Cilincing secara keseluruhan. Jangan sampai masyarakat hanya jadi korban seperti kisah KCN kemarin,” ujarnya. Saat dikonfirmasi detikfakta.id, di Kantor Walikota Jakarta Utara, (14/3/2025).
Jika melihat rencana reklamasi yang mencakup area laut kurang lebih 24.000 meter persegi, dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan warga sangat besar. Mulai dari penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, pencemaran air laut, gangguan biota laut, hingga kesulitan bagi nelayan dalam mencari ikan.
Selain itu, proyek ini juga berpotensi menambah kepadatan lalu lintas di Cilincing, yang saat ini sudah mengalami kemacetan parah.
Dari sisi ekonomi, komitmen PT. KTU (Karya Teknik Utama) terhadap masyarakat hanya terlihat pada tahap konstruksi, di mana ada kesempatan kerja. Namun setelah tahap pasca-konstruksi, mayoritas pekerja kontrak dari warga bisa kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu, PT KTU harus berdiskusi langsung dengan masyarakat dan dewan kota.
“Kami adalah representatif masyarakat Jakarta Utara. Fungsi kami sebagai penyerap aspirasi masyarakat harus benar-benar dijalankan, dan kami siap menyampaikan keluhan ini hingga ke tingkat kota, balai kota, bahkan pusat,” tegas Epriyanto.
Selain itu, suara penolakan semakin tegas dari H. Dali Madali yang menentang pernyataan Sabri Saiman, seorang tokoh yang mengklaim mewakili warga Jakarta Utara.
“Saya tidak sepakat dengan pendapat orang tua yang mengklaim sebagai tokoh Jakarta Utara (Sabri Saiman) terkait pernyataannya ‘Regulasi sudah jelas, tapi bagaimana implementasinya?’ Apa yang dimaksud sudah jelas itu? Jelas untuk siapa? Masyarakat yang terdampak atau pihak-pihak yang berkepentingan?” tegas H. Dali Madali.
Menurutnya, proyek ini berpotensi mengulang sejarah kelam KCN, di mana warga hanya mendapatkan polusi, kebisingan, dan kehilangan mata pencaharian tanpa kompensasi yang sepadan.
“Kami tidak ingin proyek ini hanya menguntungkan investor sementara warga sekitar harus menanggung debu dan dampak buruknya,” tambahnya.
Selain pencemaran lingkungan, warga juga menyoroti janji proyek yang akan menyerap 140 tenaga kerja lokal.
“Jangan hanya janji! Jangan sampai setelah konstruksi selesai, warga dibuang begitu saja tanpa kepastian pekerjaan,” ujar seorang perwakilan warga dengan nada geram.
Warga menuntut agar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), termasuk Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), benar-benar melibatkan masyarakat dan tidak hanya sekadar formalitas administratif.
“Kami akan terus mengawal proyek ini! Jangan biarkan kasus KCN terulang! Warga Marunda tidak akan diam jika hanya dijadikan korban!” tutup H. Dali Madali dengan lantang.
Selain itu, warga juga menegaskan bahwa eksekutif harus diberikan akses untuk memonitor proyek ini setiap waktu.
“Setiap empat bulan, undang kami semua untuk mengecek perkembangan reklamasi. Jangan sampai setelah terbangun, masyarakat tidak tahu apa yang terjadi di dalam proyek ini. Jika tidak ada pengawasan ketat, dampak buruknya akan terus menghantui warga,” tandas seorang warga.
Aksi penolakan ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah dan investor bahwa proyek reklamasi Marunda tidak bisa berjalan tanpa persetujuan dan keterlibatan penuh masyarakat yang terdampak. (ANW)