DETIKFAKTA.ID – Akses masyarakat di negara berkembang terhadap obat-obatan terbatas. Hal ini diakibatkan oleh monopoli legal industri farmasi oleh negara maju. Negara maju produsen obat-obatan tersebut memiliki kuasa menentukan harga dengan hak paten yang mereka miliki. Sehingga tidak terjangkau bagi masyarakat di negara berkembang.
Masalah ini mendorong Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bekerja sama dengan South Center. Keduanya bekerja sama mengadakan workshop bertajuk “Access to Medicines and Intellectual Property Rights”.
“Tujuan utama acara ini adalah mendiskusikan adakah hubungan antara hak paten dengan akses masyarakat di negara berkembang ke obat-obatan,” ujar Carlos M Correa, Executive Director South Center pada Rabu (18/9/2019) di Sari Pacific Hotel, Jakarta.
Kemudian ia menjelaskan acara ini diikuti oleh perwakilan 12 negara berkembang. Yang kesemuanya memiliki masalah yang sama dalam akses masyarakat kepada obat-obatan. Karena harganya yang mahal akibat legal monopoli para pelaku industri farmasi.
“Kami ingin mensiasati aturan internasional agar negara tersebut dapat mendapat obat yang lebih murah dan
sharing pengalaman antar negara berkembang,” tambahnya
Kemudian Dindin Wahyudin, Kepala PPK Multilateral Kemenlu RI menambahkan bahwa acara dimaksudkan sebagai pemanasan bagi Indonesia dalam perannya sebagai tuan rumah atau Koordinator Foreign Policy and Global Health Initiative.
“Kalau dari Kemlu, ini juga sebagai persiapan, Karena tahun depan (2020) Indonesia akan menjadi tuan rumah atau koordinator Foreign Policy Global Health yang terdiri dari 7 menteri yang bergerak dalam bidang diplomasi kesehatan,” pungkasnya
Tujuh negara yang tergabung diantaranya yaitu Indonesia bersama Afrika Selatan, Brazil, Prancis, Norweygia, Senegal dan Thailand. (RYO)