DETIKFAKTA.ID – Sekretaris Jenderal Komite Nasional Masyarakat Madani (KNMM), AM. Yasin, menyampaikan kritik tajam terhadap keputusan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kebijakan tersebut dinilai akan memberikan dampak berat, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang masih berjuang menghadapi tantangan ekonomi pasca-pandemi.
“Kenaikan PPN menjadi 12% adalah pukulan telak bagi masyarakat. Langkah ini akan memperparah kesenjangan sosial dan menghambat pemulihan ekonomi masyarakat,” ujar Yasin dalam pesan tertulisnya (29/12/2024).
Dampak Kenaikan PPN
Yasin menjelaskan bahwa kenaikan PPN akan langsung memengaruhi harga barang dan jasa, termasuk kebutuhan pokok, bahan bakar, dan layanan publik lainnya. Akibatnya, daya beli masyarakat akan tertekan, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah.
“Ketika harga-harga naik, masyarakat kecillah yang paling menderita. Hidup mereka akan semakin sulit, sementara kesenjangan sosial semakin lebar. Ini tidak sesuai dengan prinsip keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan negara,” tegasnya.
Selain menekan daya beli, Yasin juga menyoroti dampak-dampak lain dari kebijakan tersebut, seperti:
Inflasi yang diperkirakan akan melonjak,
Penurunan investasi, akibat daya beli yang menurun dan Perlambatan pertumbuhan ekonomi, yang akan merugikan perekonomian secara keseluruhan.
Usulan Alternatif dari KNMM
Dalam upayanya memberikan solusi, KNMM mengusulkan beberapa langkah yang dinilai lebih berkeadilan:
1. Meningkatkan efisiensi belanja negara dengan memangkas pengeluaran yang tidak produktif.
2. Memberantas korupsi untuk mengoptimalkan pendapatan negara tanpa harus menambah beban masyarakat.
3. Memperluas basis pajak, sehingga pendapatan negara tidak hanya bergantung pada PPN.
4. Memperkuat perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak kebijakan ini, seperti subsidi sembako atau bantuan langsung tunai.
Celah Regulasi Untuk Peninjauan Kembali
Menurut Yasin, pemerintah masih memiliki ruang untuk meninjau ulang kebijakan tersebut berdasarkan Pasal 7 ayat 3 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Regulasi ini memungkinkan kenaikan tarif PPN berada dalam rentang 5% hingga 15%, asalkan melalui konsultasi dengan DPR.
“Artinya, pemerintah tidak wajib menetapkan kenaikan di angka 12%. Kebijakan ini masih dapat disesuaikan agar tidak membebani rakyat,” ujar Yasin.
Yasin menegaskan bahwa kebijakan ini perlu ditunda atau bahkan dibatalkan demi kepentingan rakyat.
“Kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas utama pemerintah. Kami berharap suara rakyat didengar, sehingga kebijakan yang memberatkan ini tidak diberlakukan,” pungkasnya. (ANW)